07.03

Sedikit Riwayat Bagian 2 (Ust.Yusuf Mansur)

Ustad Yusuf Mansur


Pak Mamat melanjutkan, "Alhmarhum mertua biar miskin agamanya kuat banget. Jarang kelihatan ninggal shalat...".

Ya, saya sudah dengar dari istri saya, bagaimana dia cerita tentang kebiasaan-kebiasaan almarhum mertua semasa hidup. Ihyaa-us Sunnah, benar-benar ada di beliau kayaknya. Amalan-amalan sunnah hidup. Memang mertua tidak menikmati secara dunia apa yg dilakukannya di dunia. Namun anak keturunannya, dan insya Allah saya sebagai mantunya, juga mendapat berkah. Saya menikahi anak yatim, dan istri saya ada adiknya yang jelas juga yatim. Berkah sekali.


Istri saya cerita, biar kata ngojek, beliau ga mau narik menjelang zuhur. Padahal zuhur itulah lagi rame-ramenya juga tarikan. Tapi beliau pulang. Untuk mandi, dan persiapan shalat di mushalla sambil makan di rumah. Bagian yang ini istri saya komentar: "Seri dah. Ngirit. Ngojek juga kalo makan di luar kan keluar duit juga." Betul juga.

Ini ya. Kebiasaan mandi jelang shalat, duh, saya sendiri jarang bebersih jelang shalat. Jarang tuker pakaian. Apa yang dipakai saat itu, ya itu yang dipakai untuk menghadap Allah. Masya Allah.

Dari istri saya juga, katanya mertua punya amalan-amalan sebelom tidur. Bangun selalu sebelom shubuh. Buat tahajjud dll amalan di waktu sahur. Istri saya selalu dibangunin sebelom shubuh juga. "Kita udah miskin (di dunia), masa mau miskin di akhirat juga. Ayo bangun tahajjud...".

"Puasanya juga rajin..."

Insya Allah saya percaya banyak orang-orang tua juga yang begini. Makanya bener, berkahnya kemudian mengalir ke anak keturunan dan keluarganya. Dan sering banget juga Allah berbaik hati memberikan Cahaya-Nya buat amal-amal yang dilakukan hamba-Nya ketika di dunia. Hingga kemudian ketika hamba-Nya ini masih hidup pun, Allah sudah naikkan derajat dan ubah hidupnya. Cuma emang rahasia umur, rahasia Allah.

Ketika saya menikahi istri saya, alhamdulillah saya menemukan kesederhanaan keluarga ini. Jika pun kehidupan kami berubah secara materi, mudah-mudahan tetep menampakkan kesederhanaan yang sama. Susah dimengerti memang, yah mudah-mudahan ini adalah Karunia Allah. Bukan "bala" bukan "musibah" dalam bentuk kecukupan. Loh??? Iya, ada juga bala dan musibah berupa kekayaan, kecukupan, kelimpahan rizki, kebagusan pangkat dan kedudukan. Di mana kemudian makin diberi makin kacau kehidupan si penerimanya. Akhirnya jatuhnya lebih sakit lagi.

Penghujung 1999 saya menikahi istri saya. Kamar pengantin, adalah peninggalan mertua. Ya, kamar pengantin adalah kamar di mana istri saya sebagai anaknya, dikelonin hampir saban malam.

He he, istri saya waktu saya nikahi, masih tergolong masih belia. Masih baru 14 tahun. Kelas 3 SMP saat itu. Banyak kenangan beliau sama almarhum ayahnya. Rupanya kedekatan istri saya dan ayahnya itu juga yang kemudian menjadi warisan buat saya. Saya sebagai pengantin baru menempati kamar tersebut. Ranjangnya, ranjang beliau. Kasurnya juga. Kami ga sanggup beli yang baru dulu. Dan lantai kamar kami, masih tanah. Tanpa peluran. Apalagi keramik. Tanpa itu semua. Tanahnya pun bukan tanah

rata. Tapi bergelenjur. Bergunduk-bergunduk kecil ga rata.

Dari luasan kamar yang kecil itu, sekotak dialasi dengan karpet plastik rombeng. Buat alas sajadah tipis. Subhaanallaah. Ya, saya mengingat, bukan hanya kasurnya yang tuipis buanget-buanget. Sajadah kami pun sajadah yang tipis. Tapi sungguh, kadang kami merasa air mata ketika di atas sajadah lebih enak jatuhnya saat itu.

Kamar yang nyaris tanpa lemari itu, diwarisi juga oleh kami tolet (lemari rias) zaman dulu banget. Lemari rias tahun 80-an awal. He he he, kata istri saya, itu malah dikasih sama engkong. Sama bapaknya bapak. "Bahkan rumah ini, kalo ga dibikinin engkong, ga ada kali," kata istri saya.

Jamaah semua. Namanya juga riwayat ya. Mudah-mudahan ada inspirasi. Hidup itu sunnahnya adalah perubahan. Mudah-mudahan Allah tidak menguji kita dengan perubahan keadaan yang tidak sanggup kita semua mengikutinya. Dari miskin ke kaya, kalau engga sanggup mengikutinya, malahan bahaya buat kita. Lebih bahaya ketimbang hidup tetap miskin. Maksudnya, bisa lari dan jauh dari Allah.

Sekedar mengenang keberkahan mertua juga, saya kadang sama istri tertawa. Ini ranjang, ranjang berderit. Mau tau tentang ranjang berderit? Tar aja terusin lagi ya... (Bersambung ke Sedikit Riwayat Bagian 3 (Ust.Yusuf Mansur))

0 comments:

Posting Komentar